24 Desember 2008

NEGRO, MAJALAH, PECEL AYAM

Sengaja gue tulis judul di atas karena tiga hal itu emang gak ada sama sekali sangkut-pautnya. Tapi otak yang TUHAN kasih ke kita bukan alat sembarangan. Ia lebih canggih dari alat teknologi bikinan manusia. Karna salah satu kemampuan otak kita adalah gabungin, nyatuin berbagai asosiasi dalam otak menjadi apa yang kita inginkan.

Negro. Uh denger kata ini pasti ingatan kita nyangkut di Afrika sana. Orang kulit hitam, rambut kriting dan kasar. Di Indonesia negro Afrika dikenal pengedar narkoba. Tapi di dunia Barat, negro sekarang udah jadi kelas 1. Jangan tanya di dunia olah raga. Banyak sekali negro-negro. Sekarang yang lagi naik daun, pasti semua tahu adalah terpilihnya Barack Obama sebagai presiden Amrik pertama dari keturunan Afrika.

Soal warna kulit, item, putih, kuning dan putih masih jadi dasar pembeda di beberapa negara. Indonesia masih sinis soal ras. Masih ada kurang penerimaan pada warna kulit kuning. Tapi kiranya itu sudah mulai lenyap seiring berjalannya waktu.

Soal negro inilah yang gue tonton di Bentara Budaya Jakarta (BBJ). Sydney Poitier adalah actor dari Afrika pertama yang meraih Oscar. Jadi film ini sedikit terkait dengan kemengan Barack di Pilpres Amrik tahun ini.

Yah sengaja gue tonton ini karna filmnya yakin bagus-bagus. Itu terbukti dengan sabetan oscarnya. Dan itu emang gue buktiin. Meskipun filmnya sederhana, tapi pesannya begitu menggugah. Jadi gak ada ruginya gue dating jauh-jauh ke BBJ.
IAM MAN NOT THE COLORED MAN. Wah gue inget. Itu yang dikatakan John pada Ayahnya ketika si Ayah gak setuju dia nikah dengan Joana, perempuan kulit putih.

Majalah. Ada kaitan gak dengan soal negro. Ada. Majalah termasuk media cetak. Kalo kita udah bicara media maka ada fungsinya. Saluran informasi dan alat propaganda. Dengan kemenangan Obama salah satunya peran media. Media punya politiknya sendiri apa dan siapa yang jadi objek berita.

Bicara media, sebenernya gue udah gak asing. Malah udah mendarahdaging. Sejah dari SMP udah bikin Majalah Dinding. Di kampus jadi wartawan kampus. Lalu jadi wartawan profesioal di harian. Lalu di beberapa majalah in house magazine. Terakhir di majalah komunitas pelajar. So what next?

Gue ketemu Alfi. Katanya lagi garap majalah kepolisian Tangerang.
‘ya udah lo gabung aja. kita perlu orang untuk jaga gawang,’ dengan gayanya yang slengean tp mo dikesankan wibawa nawarin lowongan itu.

Jaga gawang. Dua kata yang sering juga gue gunain. Terakhir gue bilang jaga gawang Persija, Arema ato gawang lainnya. Gue anggukin aja. kenapa emang, kan gak ada kerjaan. Dari mana mo dapet duit untuk makan, minum, jajan dan beli bensin. Beberapa jam kemudian, sms masuk ke HP gue.

‘nun, nif besok ka Idris minta dateng ke PPIM untuk bahas media barus yang mo terbit.’ Nah bener, media adalah jalan gue.

Pecel Ayam. Wah yang ini makanan khas yang dapet dijumpai di mana saja. Biasanya mereka nangkring di pinggir-pinggir jalan. Mereka menanti ada yang mampir di warungnya. Nah sehabis nonton di BBJ, perut gue udah gak tahan. Mules karna laper. Jadilah mampir di salah satu warung pecel Ayam.

Sekarang harga satu porsi pecel itu cukup mahal. Gue mesen pecel ayam, pake nasi uduk, dan es jeruk yang kecut sekali. Semua itu gue harus bayar Rp 13.000. Harga yang fantastis.

Tidak ada komentar: